Welcome!!! Awak Datang Kamek sambot!!!

Minggu, 11 November 2012

Manfaat teori dalam penelitian


Teori Dalam Penelitian Ilmu Sosial MANFAAAT TEORI DALAM PENELITIAN K ita melakukan kegiatan penelitian sosial secara ilmiah karena ingin  memahami dunia yang kompleks ini,baik demi ingin memuaskan rasa ingin tahu maupun mengantisipasi peristiwa yang akan terjadi ataupun mengontrol peristiwa yang terjadi. Karena itu, suatu penelitian ilmiah selalu dimulai dengan suatu yang ingin kita ketahui. Inilah yang disebut masalah penelitian. Suatu yang ingin kita ketahui dapat dibedakan menjadi dua tingkatan, yaitu : Pertama, suatu pertanyaan yang belum diketahui jawabannya sama sekali. Misalnya,apakah betul remaja masa kini telah melakukan hubungan seks sebelum menikah (free sex)? Jawaban pertanyaan ini akan berupa deskripsi dan kesimpulan data dari suatu variabel. Hal yang ingin diketahui baru pada tingkatan gejala sosial saja, belum mencari jawaban atas kehadiran gejala tersebut. Misalnya, 42% remaja Jawa Timur telah melakukan free sex (hasil penelitian Bapenkar Jatim). Kedua, suatu pertanyaan telah diketahui jawabannya, tetapi orang masih meragukan kebenarannya. Misalnya, betulkah kontrol sosial yang lemah merupakan penyebab praktek free sex di kalangan remaja (penjelasan yang dikemukan Zainuddin M.Z di Surabaya post, 2 November 1992). Bentuk pertanyaan yang berangkat dari keraguan ini sudah mengandung kemungkinan penjelasan atas suatu gejala yang terjadi. Dalam pertanyaaan ini terkandung suatu teori yang ingin diuji kebenarannya dalam dunia nyata. Apabila free sex dilihat sebagai suatu bentuk prilaku menyimpang maka teori yang dikemukakan oleh Emille Durkheim tentang integrasi sosial  mungkin dapat digunakan untuk penjelasan gejala tersebut. ”Makin tinggi derajat diferensiasi struktural dan generasi nilai tanpa diikuti oleh spesisifikasi norma yang sama derajatnya dalam suatu sitem sosial, makin besar pula derajat anomali sehingga makin tinggi pula tingkat penyimpangan dalam kelompok tersebut”. Hal yang hendak kita ketahui, ialah betulkah derajat integrasi sosial rendah akan melahirkan perilaku menyimpang. Konkretnya, betulkah integrasi sosial yang rendah di kalangan remaja melahirkan perilaku free sex. Cara yang paling efektif untuk mendapatkan jawaban yang berguna dan akurat bagi pertanyaan tipe kedua adalah menggunakan metode penelitian empiris untuk menyelidiki kedua variabel tersebut (integrasi sosial dan perilaku menyimpang ) dalam dunia nyata. Akan tetapi selain untuk tujuan penelitian, teori ini juga berguna untuk tujuan tujuan ilmiah lainnya. Pertama, teori memberikan pola bagi interprestasi data. Kedua, teori menghubungkan satu studi dengan lainnya. Ketiga, teori menyajikan kerangka sehingga konsep dan variabel mendapatkan arti penting. Keempat, teori memungkinkan kita menginterprestasikan data yang lebih besar dari temuan yang diperoleh dari suatu penelitian. TEORI DAN PENJELASAN Apabila konsep merupakan pertanyaan what sehingga yang dilakukan dalam kenseptualisasi merupakan deskripsi realitas baik secara denotatif (keluasan) maupun secara konotatif (kedalaman), maka teori merupakan pertanyaan why sehingga yang dilakukan dalam teorisasi ialah menjelaskan mengapa suatu gejala seperti ini. Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala terjadi seperti itu.  Proposisi proposisi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab–akibat. Namun, karena di dalam teori juga terkandung konsep teoritis, berfungsi menggambarkan realitas dunia sebagaimana yang dapat diobservasi. Kalau teori diartikan sebagai hubungan kausal, logis, dan sistematis antara dua atau lebih konsep maka teori tiada lain penjelasan suatu gejala:  konsep atau variabel terpengaruh. Oleh karena itu, penjelasan (explanation) dapat dibagi dua unsur, yaitu menjelaskan (explanan) dan dijelaskan (explanandum). Unsur tersebut menjelaskan terdiri atas dua jenis pertanyaan: generalisasi/konsep, dan kondisi anticendent atau yang menyebabkan generalisasi/konsep tersebut. Kedua pertanyaan itu akan digunakan untuk menjelaskan explanandum. Mengikuti Durkheim tadi: diferensiasi struktural dan generalisasi nilai merupakan suatu konsep (generalisasi atas gejala yang kompleks). Anomi merupakan kondisi antecedent-nya, dan perilaku menyimpang (free sex) sebagai explanandum. Penjelasan sendiri terletak pada diferensiasi struktural, generalisasi nilai, dan anomi. Penjelasan atas pertanyaan mengapa suatu gejala yang terjadi harus dapat menunjukan bahwa gejala hendak dijelaskan itu secara logis sesuai dengan premisnya atau kemungkinan besar sesuai dengan premisnya. Dengan kata lain, penjelasan dapat pula dibedakan menjadi dua model, yaitu model dedukatif dan model induktif-statistika. Model deduktif ditandai oleh hubungan logis antara premis dan konklusi, antara explanan dan explanandum. Jika premis benar, maka konklusi juga benar. Dalam model ini keharusan tidak terletak pada premis, tetapi pada hubungan antara premis dan konklusi yang dikontrol oleh premis. Selain itu suatu penjelasan dapat dikatakan benar-benar menjelaskan jika generalisasinya didukung oleh fakta empiris. Jadi penjelasan ilmiah terhadap suatu kejadian diberikan dengan jalan menunjukkan bahwa kejadian itu merupakan salah satu contoh dari tendensi umum. Kenyataan bahwa Amerika Serikat menerapkan sistem dua partai dapat dijelaskan secara deduktif sebagai berikut : 1.       Semua sistem politik yang menerapkan sistem tunggal – anggota perdistrik (single member district) memiliki sistem dua partai (generalisasi) 2.       Sistem politik amerika menerapkan sistem tunggal – anggota perdistrik (kondisi antecedent). Dalam kenyataan generalisasi itu tidak dengan sendirinya benar. Oleh karena itu, generalisasi empiris harus diuji dan secara potensial dapat dibuktikan keliru. Tidak seperti model penjelasan deduktif, penjelasan-statistika terhadap suatu kejadian individual tidak selalu sesuai dengan generalisasi kejadian itu. Premis (generalisasi) mungkin saja benar,  betapa konklusi tentang suatu kejadian bisa saja salah. Penjelasan tidak terletak pada mengapa konklusi benar, tetapi mengapa hal itu sangat mungkin (probable). Kalau data menunjukkan bahwa 80% pegawai negeri mengidentifikasikan diri secara politik kepada Golkar, kita tidak dapat begitu saja menarik kesimpulan bahwa semua pegawai negeri adalah anggota Golkar. Akan tetapi kita dapat menarik kesimpulan apabila bertemu dengan seorang pegawai negeri, kemungkinan besar dia adalah anggota Golkar. Dalam literatur metodologi disebutkan berbagai macam penggolongan atas pola penjelasan. Akan tetapi, dari berbagai penggolongan itu, lima pola penjelasan ini selalu disebutkan. Dalam praktik penelitian penjelasan yang ditawarkan tidak hanya satu jenis saja melainkan kombinasi dari dua atau lebih penjelasan. Pertama, penjelasan genetik atau historis memberi jawaban atas pertanyaan mengapa dengan merujuk pada serangkaian tahap peristiwa yang terjadi sebelum kemunculan gejala  tersebut. Penjelasan yang diberikan oleh Marx mengenai kemunculan kapitalis, misalnnya merupakan penjelasan historis. Kedua, penjelasan fungsional memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa dengan merujuk pada letak dan kegunaan objek yang ditelaah itu dalam keseluruhan sistem tempat objek itu berada. Mengapa pemerintah melaksanakan P4 secara menyeluruh? Jawaban yang diberikan secara fungsional, ialah penataran P4 tidak hanya berfungsi bagi integrasi nasional, tetapi juga memberikan legitimasi bagi pihak yang memerintah. Ketiga, penjelasan disposisi memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa merujuk pada kecendrungan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu dan dalam situasi tertentu pula. Termasuk dalam kecendrungan ini adalah sikap, pendapat, kepercayaan, nilai, dan ciri ciri kepribadian. Seorang liberal memilih parta demokrat (liberal menggambarkan disposisi) merupakan penjelasan disposisi. Keempat, penjelasan intensional memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa dengan merujuk pada maksud atau tujuan tindakan. X melakukan tindakan Y karena X ingin mendapatkan/mencapai T. Berdasarkan generalisasi seseorang yang menginginkan T cenderung melakukan Y dalam situasi tertentu. Mengapa kalangan massa cenderung mengikuti kegiatan suatu gerakan politik justru pada tahap akhir suatu gerakan mencapai tujuannya? Jawaban yang diberikan intensional, ialah massa mengikuti gerakan politik pada tahap akhir menjelang gerakan akan mencapai tujuannya karena keinginannya ingin ikut mendapatkan keuntungan dari hasil gerakan itu. Kelima, penjelasan rasional memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa dengan merujuk pada cara pencapaian tujuan yang paling efesien. Suatu tindakan dianggap rasional apabila mencapai tujuannya secara efesien. Perbedaan  penjelasan intensional dengan rasional terletak pada klaim bahwa tindakan rasional adalah tindakan yang paling efesien untuk mencapai tujuan. Tindakan yang intensional tidak mengajukan klaim seperti ini. Penjelasan rasional atas keterlibatan massa pada tahap akhir gerakan politik ialah keikutsertaannya gerakan menjelang mencapai tujuannya karena ingin mendapatkan keuntungan dari hasil gerakan tersebut yang dinilai paling sedikit resikonya.Mengikuti kegiatan sejak awal dianggap tidak rasional karena mengandung banyak resiko. Selain menjelaskan, teori juga berfungsi untuk memperkirakan gejala yang akan terjadi.  Kedua fungsi ini berkaitan erat. Artinya,apabila seseorang ilmuan dapat memberikan penjelasan (generalisasi kondisi antencedent) terhadap suatu gejala (explanandum) secara tepat, maka dengan sendirinya dapat memperkirakan gejala yang akan terjadi. Kalau penjelasan yang diberikan Vilfredo Pareto benar, yaitu makin tinggi derajat sentralisasi kekuasaan, paksaan, atau ancaman paksaan makin sering digunakan sebagai alat pengendalian masyarakat,maka dimana saja dan kapan saja terjadi sentralisasi kekuasaan  yang tinggi akan banyak menggunakan paksaan atau ancaman paksaan sebagai alat pengendalian masyarakat. BUKAN TEORI Sebelum kita membahas bagaimana menggunakan teori, ada baiknya terlebih dahulu menjernihkan penggunaan kata teori yang tidak tepat. Pertama, pembedaan yang sering dibuat antara teori dan praktik: that is fine in theory, but it work in practice. Baik dalam teori ,tetapi tidak dalam praktiknya. Pandangan ini mencoba mengaitkan bahwa teori realistis. Penggunaan kata teori di sini tidak tepat karena setiap teori yang baik mestilah sesuai dengan kenyataan. Apabila suatu teori tidak lagi sesuai dengan realitas empiris, maka teori itu tidak tepat lagi dikategorikan sebagai teori karena telah kehilangan obyektifitas. Suatu pertanyaan dikatakan obyektif kalau pertanyaan itu sesuai dengan objeknya (kenyataan). Sebagaimana telah diungkapkan di atas, teori merupakan abstraksi, sistemisasi, dan generalisasi atas realitas atau gejala yang kompleks. Hal ini berarti setiap ilmuwan dituntut untuk mengkaji secara terus menerus teori yang dimilikinya dengan menghubungkan denagn realitas yang membentuk teori tersebut, yaitu melalui kegiatan penelitian ilmiah. Kedua, kata teori digunakan baik untuk menggambarkan yang seharusnya (what ought to queston), maupun menggambarkan senyatanya (what is question). Pengertian teori yang dimaksud dalam ilmu sosial adalah menggambarkan kenyataan empirik. Sementara itu, teori acap kali digambarkan dalam bentuk procedural rule dan sistem klasifikasi. Durkheim dalam buku The Rules Of sociological Methods mengemukakan bahwa sebab yang menentukan suatu fakta sosial hendaklah dicari diantara fakta sosial yang mendahuluinya dan tidak diantara keadaaan kesadaran individual. Artinya, fungsi suatu fakta sosial harus selalu dicari dalam hubungannya dengan beberapa tujuan kausal, yaitu mencari sebab sebab dari suatu gejala; dan mencari akibat akibat yang ditimbulkan suatu gejala. Sistem politik birokratik otoriter (gejala) mungkin merupakan produk pembangunan ekonomi kapitalistik tergantung yang tertunda (dependent and delayed capitaliastic economic development) (sebab sebab gejala); penggunaan kriteria universal semakin meluas dalam recruitment berbagai organisasi politik dan masyarakat dan hubungan impersonal yang semakin berkembang dalam masyarakat,mungkin merupakan akibat yang ditimbulkan oleh birokrasi nasional. Ketiga, strategi klasifikasi yaitu menjelaskan suatu gejala dengan cara mencari dan menentukan posisi gejala tersebut dalam skema taksonomi (klasifikasi suatu gejala kompleks berdasarkan ereteia tertentu). Hubungan birokrasi dengan politik, misalnya, bisa diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan prinsip atau nilai yang mengatur kedua konsep ini; birokrasi patrimonial, negara birokrasi (bureaucratic policy) otoriter, dan birokrasi politik (bureaucratic politics). Apabila akan menjelaskan gejala birokrasi dan poltik indonesia dengan strategi ini, maka yang harus dilakukan menempatkan gejala birokrasi indonesia dalam empat kategori termasuk tipe birokrasi manakah gejala birokrasi dan politik tersebut. Dimensi lain dari teori yang perlu diketahui ialah lingkup (scope) dan tingkat abstraksi suatu teori. Lingkup teori dapat dilihat dari segi substansinya, yaitu fokus gejala yang hendak dijelaskan apakah unsur dari suatu sistem itu sendiri. Selain itu, lingkup teori dapat pula dilihat dari segi tempat dan waktu, yaitu kapan dan dimana gejala yang akan dijelaskan itu terjadi. Gejala hendak dijelaskan itu mungkin hanya kelas menengah suatu masyarakat bukan sistem politiknya. Kelas menengah yang hendak dijelaskan itu hanya terjadi di Eropa Barat pada abad ke-18, bukan di seluruh Benua Eropa,dan tidak pada abad ke-20. Dimensi tingkat abstraksi suatu teori dapat dilihat dari segi ”kedekatan’” konsep-konsep yang terkandung dalam teori observasi aktual. Hipotesis yang sudah siap diuji memiliki derajat abstraksi yang tinggi. Terakhir ini masih berupa general law, sedangkan yang pertama sudah mengalami proses deduksi. Kedua dimensi diatas berkaitan erat. Semakin tinggi abstraksi teori,semakin luas pula lingkup teori tersebut. Akan tetapi semakin luas lingkup teori tersebut, belum tentu semakin luas tingkat abstraksinya. Perubahan pada tingkat abstraksi akan mempengaruhi luas sempitnya lingkup teori. Akan tetapi, perubahan luas lingkup teori belum tentu mempengaruhi tingkat abstraksi. Oleh karena itu persyaratan teori tersebut sukar dipenuhi oleh ilmu sosial, yang dianjurkan adalah prinsip parsimony, yaitu daya cukup tinggi teori yang bersyarat: sederhana bila dibandingkan dengan teori lain untuk gejala yang sama, tinggi tingkat abstraksinya, luas lingkupnya dapat diuji dalam dunia nyata. Suka Be the first to like this.

Tidak ada komentar: